Saturday, August 4, 2012

The Power of Labil

Posted by rismawid at 4:10 PM
Damn Damn Damn!!!!
ini apa coba, belum apa-apa udah marah-marah aja! hmmm bikin males.
okelah Minta maaf sama otak, hati dan jari gue.
Nyaris 2 bulan gue ngerasa ga nyaman sama dunia gue, bukan karena dunia yang goes round faster than blitz, tapi gue ngerasa aneh aja gitu, ngerasa asing, sendiri, sepi, dan restless. Yihaaa lagi-lagi restless, tapi kali ini restless nya bukan karena tiap hari dapet wedding invitation, kali ini kurang lebih karena di diri gue yang sudah seperempat abad ini masih menyisakan setetes dua tetes kelabilan. WTF labil.

Jari gue sudah tertata pada tempatnya, A S D F J K L : itu artinya gue siap menumpahkan apa saja yang ada di otak dan hati. Ya dan otak gue pun mulai memerintahkan jari gue untuk mulai menari diatas keyboard. sang jari pun menari, beberapa kata bersambut menjadi kalimat, berafiliasi menjadi paragraf. Tiba-tiba diam, gue seolah ada di suatu tempat kosong, gue ga tau itu dimana, gue semacam menemukan bayangan diri gue di cermin besar. She is not me!

Apa sih yang gue tulis? apa itu Fade in Fade out? apa itu Intercut? itu Ext, Int, apa sih? Ya lu bener Ris, itu script. Bantingkan badan ke sandaran kursi, menutup muka dengan kedua telapak tangan. "Ya Tuhan kenapa sulit sekali" terlalu malas belajar kah? terlalu malas membaca kah? terlalu malas berfikir? malas berfikir keras tepatnya. Atau jangan-jangan gue emang ga ada kompetensi untuk menyusun script yang jika dikontrak satu production house aja bisa meraup Rupiah yang lumayan.

Kiran berlari menuju Raka, seketika saja ia menghambur memeluk Raka, isak tangis yang sulit ditekan membuat suasana semakin haru. Tanpa bertanya Raka mengelus-elus kepala Kiran. "Ogi banci Ka" sepenggal kalimat Kiran hanya membuat Raka semakin tak mengerti.
Itu apa lagi Ris? ini ceritanya gue lagi bikin basic story yang nantinya mau gue buat scriptnya. Tapi gue bingung kenapa malah jadi bikin cerpen? basic story itu semacam sinopsis, tapi gue malah bercerita panjang lebar melupakan fungsi yuridis dari basic story. Sulit ternyata. Why did i give up easily?

Sawarna, orang menyebutnya The Hidden Paradise, seperti apa surga yang tersembunyi itu? Dengan 1 ransel beralas sandal gunung, tanpa banyak berfikir aku pun memulai perjalananku menuju Desa Sawarna.
Oooh ceritanya Risma mau coba jadi travel writer. Not bad miss, yang seperti itu lagi marak belakangan ini, mungkin kesempatan di muat di majalah lebih besar daripada berdarah-darah membuat cerpen, mengirimkan ke redaksi majalah sana sini, menunggu dan menunggu tanpa ada hasil, dan konon katanya bayarannya pun tak seberapa.



Damn!!!
Labilnya gue membuat gue ga produktif. Otak gue terlalu banyak berfikir. Yang difikir itu bukan bagaimana menghasilkan suatu karya, tapi mulai teracuni dengan materi. Lalu apa itu salah? tentu saja tidak selama gue tetap melakukan semuanya, tapi apa yang terjadi sama gue? ini dan itu tak ada yang tuntas, semua menggantung tanpa tahu akan tetap diselesaikan atau tidak. Sebentar-sebentar nulis cerpen, sebentar-sebentar bikin basic story, sebentar-sebentar nyusun script, tapi semua hanya terpenggal di tengah-tengah kebuntuan. Tak ada yang menjadi suatu karya utuh.

Mengetahui nominal bayaran menjadi seorang scriptwriter membuat gue berapi-api dan memutuskan akan meninggalkan hobi berfantasi gue dengan tokoh-tokoh imajinasi di cerpen gue. Tapi apa hasilnya? tak satupun dari cerpen gue yang berhasil gue tamatin susunan skenarionya. Gue mulai terkontaminasi lagi dengan demand masyarakat yang rata-rata menyukai film-film ringan tentang percintaan, persaingan cinta, permusuhan, si kaya dan si miskin. Oh God apa ga ada yang lebih membosankan lagi? Lalu ada apa dengan hobi traveling gue? tiba-tiba gue memaksakan diri mencoba menulis review suatu tempat yang notabene menulis review itu bukan kesenangan gue. 

No Pain No Gain, seorang teman pernah bercerita suatu kejadian yang menggambarkan kalimat tersebut. Memang betul, keberhasilan tidak ada yang dihasilkan dengan hanya melakukan hal yang menyenangkan.
Out of comfort zone, jadilah penulis yang bisa menulis apapun. Sepenggal kata yang gue dapat dari blog Reading Light Writers Circle.

Menulis cerpen, mengirimkan ke redaksi, jika dimuat tentu akan menjadi suatu kebanggaan, namun apa itu sebanding dengan income yang diperoleh? Rong Zi, Yan Shi, Chen Donglong, mereka terus menulis tanpa mempermasalahkan keambiguan dunia sastra mana yang mereka huni. Tidak memaksakan diri "berdarah-darah" ketika tulisannnya ditolak redaksi atau penerbi.
Ketika tahu-tahu ingin nulis ya saya nulis, nulis itu cuma untuk dikumpulin saja, ditumpuk sebagai koleksi pribadi "Yuliana Susilo (Yan Shi)"


Cepat-cepatlah menjauh dari pikiran tidak menentu, menenggelamkan diri dalam suasana labil hanya akan membunuh daya pikir dan kreatifitas, cobalah make everything easy, do what you want to do as far it's on the positive track, please don't too much think
Kuni, bu pa man, zhi pa zhan "tidak perlu takut berjalan lambat, yang ditakutkan adalah diam ditempat"


0 comments:

Post a Comment

silahkan anda berkomentar


 

Hot Tea Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos